Petani Berkeringat Dalam Goresan Hamid Nabhan
Oleh: Azmi Azis*
Pelukis yang cukup energik dan lugas ini memang senang berburu objek ke lapangan langsung, lagi pula itu sudah rutin ia lakoni bahkan sudah semacam ritualnya. Jika ingin mendapatkan lukisan alam itu memang beberapa pelukis terlebih dahulu survei, itu jauh lebih efektif dan bisa merasakan langsung bagaimana situasi dan kondisinya. Begitulah Hamid Nabhan dengan kebiasaannya merangsek ke wilayah-wilayah yang salah satu favorit di dekat kediamannya itu adalah alam terbuka luas. Entah itu alam yang masih perawan alias belum tersentuh ulah jahil manusia maupun tempat-tempat yang sudah banyak aktivitas masyarakat di sana.
Tak mengherankan memang Hamid Nabhan adalah lulusan yang memang ilmunya masih dekat dengan alam dan lingkungan yakni ‘pertanian’. Jadi ia dari awal menekuni dunia lukisan hingga sekarang ini tema lukisannya tak jauh-jauh dari alam raya. Hobinya memang senang kepada hal-hal yang terkait bagaimana hutan kita jangan sampai rusak, dan tak perduli akan dampaknya ketika sang paru-paru dunia ini hilang keseimbangan ekosistemnya. Ia memang selalu risau akan bahaya global itu akibat eksploitasi besar-besaran alam dan segala isinya jika ada oknum-oknum tertentu berdalih untuk kepentingan ekonomi dan kemaslahatan umat.
Faktanya jika ada hutan yang sudah diperoleh izin dari instansi terkait, maka nafsu yang tak terkendali itu yang terasa. Kekhawatiran sang pelukis asal Surabaya ini memang bukan hal yang mengada-ada, itu jelas di pelupuk mata berapa juta hektar hutan kita telah rusak tanpa ada upaya melestarikannya lagi. Kerisauan dan juga kegalauan ini sudah membuncah buat Hamid Nabhan, ia sebagai seniman akan berupaya mengkampanyekan bahwa masyarakat itu harus melestrasikan alam melalui lukisannya. Tak tanggung-tanggung Hamid Nabhan total merilis buku sudah puluhan yang diterbitkannya, tentu saja selain itu ia juga sering membuat pameran lukisan dan sebagainya. Tidak tertutup kemungkinan lukisan-lukisan yang berisikan analog dan satire tentang ‘kesulitan ekonomi rakyat atau petani’.
Kali ini ia mengangkat bagaimana petani bercucuran keringat, mengumpulkan air asin menjadi kristal-kristal yang akan menjadi sumber uang mereka. Adapun lokasinya sangat dekat dengan alam yang sumber panasnya juga melimpah yakni Camplong, di Pulau Madura. Salah satu contoh lihatlah lukisan tertera berikut ini yang berjudul: “Petani di Camplong, Sampang-Madura”. Lukisan media cat minyak yang dibuat di atas kanvas. Sekiranya bisa menjadi amsal untuk menggambarkan suasana di sana, paling tidak secuil dari sekian banyak aktivitas di tengah-tengah publiknya yang beragam propesi.
Kebetukan lukisan Hamid Nabhan ini dapat menghadirkan cerita ringkas bagaimana rakyat yang menggantung hidupnya dari hasil ‘garam’ ini. Ada perempuan baya bercadarkan sarung di atas kepala menenteng bakul tempat tampungan garam Kristal untuk di panen. Posisinya terlihat jelas sedang berjalan gontai menuju gubuk penyimpanan sekaligus hanya ada rumah saja. Suasana yang begitu syahdu itu begitu apik diolah sedikit melalui sapuan kuas ditambah torehan pisau valet itu cenderung ekspresif. Di sekelilingnya ada terdapat pepohonan yang kebetulan berjumlah tujuh batang ini, dengan dedaunan yang gugur tetapi tetap hidup.
Barangkali lukisan ini ada makna tersirat di dalammnya yang memaknai bahwa petani garam di desa Camplong, Sampang –Madura ini. Garam yang sebetulnya adalah sumber nadi kehidupan mereka, juga sangat dibutuhkan oleh banyak orang untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Kebutuhan manusia terhadap garam sebetulnya adalah primer sama halnya dengan beras dan sebagainya. Jadi apa yang tersirat dalam lukisan Hamid Nabhan ini adalah tepat di saat manusia yang katanya sudah berperadaban modern ini, tapi belum ada kesadaran akan pentingnya menjaga alam raya dari gejolak. Alam memang tak pernah pelit kepada manusia, tetapi sebaliknya manusia terlalu berhitung jika sebagian waktunya untuk reservasi alam.
Jika berkaca kepata petuah klasik bahwa alam melimpah belum tentu dapat mendatangkan kebahgiaan jika antara makhluk ciptaan Tuhan ini tak saling menghargainya. Alam juga akan bisa murka jika manusia serakah dan tak pernah suruit nafsu duniawinya memperdaya alam itu sendiri, Lewat lukisan petani garam ini pelukis yang sudah menghasilakan angka ratusan termasuk sketsa ini tahu dan sadar bahwa media ini dapat menggugah jiwa yang terdalam manusia yakni “hati dan rasa”. Melalui sentrum ini manusia akan tersentuh kepekaan rasa dan naluri untuk melihat sisi indah jika alam akan terawat dengan purnarasa.
Lukisan cat minyak di atas kanvas ini terasa bak sumir kehidupan yang selalu ada di tengah-tengah umat terkhusus mereka yang jadi petani garam di seluruh pelosok negeri. Bukan hanya di Madura saja mungkin di manapun setiap ada petani yang mengolah air laut nan asin alamiah ini, penuh dengan kisah yang pantas diungkapkan ke kanvas. Bagi Hamid Nabhan kanvas bak lembaran-lembaran kosong yang siap diisi dengan epik berbagai cerita. Hanya saja kanvas punya lahan sempit untuk menampung semua cerita suka dan duka, tetapi ia bisa menyiasatinya. Goresan-goresan yang layaknya hanya diulas lewat cat umumnya, tapi Hamid Nabhan menguasai teknik pisau valet. Ia sudah mahir dan piawai memakai cat air pakai pisau valet berkat rutinitas yang memang jadi favoritnya.
Pesan lain dari lukisan Hamid Nabhan ini adalah jika kita menghargai alam karena kita sangat dekat dengannya, layaklah alam juga kita berikan apresiasi seperlunya. Lukisan memang universal selain untuk memenuhi kebutuhan fisik yaitu melepaskan unek-unek kreasi juga menyentuhkan jiwa batin pula. Jika pelukis bisa menciptakan lukisan alam mirip dengan aslinya itu berkah. Tak semuanya mampu dan bisa melakoninya, tetapi masih ada berkah lainnya dalam kehidupan yakni menikmati goresan pisau valet seniman. Inilah cerita fiksi dari sebuah ungkapan visual dari seniman handal yang punya banyak talen ini.
Bagi para pelajar baik yang berpotensi bakatnya di bidang seni lukis ataupun lainnya, sangat cocok mempelajari bagaimana menjadi pribadi yang bijak. Melukiskan tentang cerita kehidupan itu merupakan rekam jejak kita di muka bumi ini, tentunya berkewajiban menitis tauladan yang baik dijadikan inspirasi buat orang lain. Belajar dari sisi hidup petani garam yang berjuang untuk bisa mengasilkan garam berjodium itu berguna buat masyarakat yang membutuhkanya. Sama halnya kehidupan lainnya yang beragam dengan kebutuhan beragam pastinya punya siasat masing-masing. Garam buat masyarakat didesa Camplong, Sampang – Madura tidak hanya untuk kebutuhan hidupnya sendiri tetapi hasil yang lebih itu dimanfa’atkan lagi oleh publik yang lebih luas di luar wilayahnya,
Petani garam yang sudah mengambil dari alam tentunya haruslah pintar menjaga agar kualitas produksinya memenuhi standar kesehatan, bukan sebaliknya dibuat asal jadi tanpa prosedural. Itulah drama kehidupan yang menurut Hamid Nabhan wajib dilukiskan dan hasilnya sudah terlihat dan dapat dinikmati. Masih banyak serial lukisannya yang lain. Dilain waktu bisa jadi muncul topik terkait alam dalam lukisan-lukisan ter update-nya. Lukisan ibarat hidup sekaligus tempat untuk mencurahkan segala ide-ide kreatif sang kreator (seniman), saat ini tepat disandangkan kepada Hamid Nabhan. Walaupun bukan pelopor pertama terkait lukisan alam tetapi yang patut di apresiasi kinerjanya yang cukup perduli kepada alam. Bravo !
Selamat menikmati. ***
*Azmi Azis adalah Pengajar Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni – UNIMED)
Komentar
Posting Komentar