Keunikan Lukisan Si Bule

 

Oleh : Azmi              

 Nama pelukis satu ini jarang dibicarakan oleh kalangan penulis seni di tanah air, padahal jika ditelusuri banyak juga sebetulnya sisi uniknya dibahas. Bisa jadi karena ia lahir dari menir yang dahulu menjajah negeri ini. Suatu hal yang sepatutnya tidak mengkaitkan gen yang memang asli Belanda, namun lahir di Indonesia tepatnya Semarang (Jawa Tengah) sana. Gerard Pieter Adolf tercatat lahir pada tanggal 2 Januari 1889 itu adalah putra dari Gerardus Cornelis Adolfs. Pada masa itu propesi ayahnya multitelen (serbabisa), pelukis, fotografi, jago bermain musik terkhusus piano dan biola, serta penggemar olahraga loncat galah.

Jadi darah seni yang mengalir dari sang ayahnya itulah yang menabalkan gelar Adolf menjadi handal dan juga seorang arsitek terkemuka. Masa kecilnya hingga remaja ia habiskan di Amsterdam, Belanda sana setelah lulus ia tertarik kembali ke Jawa. Ia terpesona dengan lanskap Solo, Yogyakarta, dan Surabaya adalah hasil rancangannya terutama gedung –gedung dan rumah tua bergaya klasik Eropa. Bangunan itu kini tinggal beberapa lagi sebagai peninggalan sejarah lolonial (heritage). Bakat seninya yang begitu luar biasa itu akhirnya dunia senirupa seperti ilustrasi periklanan, ia lakoni karena keahliannya dalam gores menggores, sejak tahun 1924. 

Kekuatan garis sketsanya begitu tegas dan spontanitas mampu mewakili setiap karakter objek yang jadi sasarannya. Pengalaman perjalanan studinya bisa membuatnya berhasil dalam mengekspresikan lanskap kota terbesar saat itu di sana. Beberapa karya gambarnya menunjukkan Adolf adalah seorang seniman sejati ya pelukis sekaligus arsitek, karena kekuatan sketsanya juga tersirat pada goresan lukisan cat minyaknya. Apakah luksan itu memakai kertas maupun kanvas sama kuatnya termasuk olahan warna yang begitu unik.

Dalam karya lukisannya yang memakai pisau valet juga sama ada kekuatan torehan dari lenturan pisau baja yang lenting ini. Pilihan-pilihan warna yang berani itu adalah karakter yang unik dari Adolf, walaupun terkadang soal sapuan menjadi terabaikan alias jauh dari kata rapi dan halus. Begitu pula karya lukis dengan memakai kuas tetap karakter ketegasan itu paling menonjol, bahkan soal komposisi, sudah tak diragukan lagi. Hanya saja dalam hal proporsi tubuh memang aneh untuk acuanya memakai anatomi sempurna. Yang unik walaupun terkesan spontan soal anatomi kesan manusia secara utuh masih boleh diuji lagi. 

Tak ada kejanggalan soal mimik, gesture, dinamik dan pencahayaan memang begitu detail. Boleh jadi penulis setuju jika gaya lukisan Adolf adalah satu-satunya memakai pisau valet kombinasi kuas hasilnya adalah gambar atau lukisan bernuansa realis-ekspresionis. Abstrak ekspresionis yang hanya terlihat bila kita dia yang unik, padahal banyak maestro lukis di Eropa sana. Namun sungguh disayangkan karena se Bule ini adalah berdarah Belanda, walaupun separuh hidupnya habis di Indonesia ini jarang diapresiasi. Terlebih para kritisi nusantara kurang berminat membesar-besarkan si menir ini. 

Ada rasa trauma oleh stigma ayah Adolf yang Belanda itu melekat padanya, tetapi dalam literature masih bisa terlacak situs terkait rekam jejaknya. Dokumentasipun masih ada walaupun minim, beberapa karya yang popular yang sudah jadi milik kolektor sempat diterbitkan dalam sebuah monograf ekslif dan mewah. Ragam tema dan juga berbentuk warna mirip lukisan sebenarnya itu dirasakan cukuplah untuk memuaskan pengemarnya. Karyanya yang lain bisa jadi ada pada ahli warisnya, dan kalau tak salah juga ada menghiasi istana Negara. Soekarno pernah memiliki lukisan beliau yang tertera dalam buku-buku koleksinya.

Adolf Pieter Gerard sebuah keniscayaan bagi penulis, terlepas ia adalah bule tetapi karyanya kalau memang itu menjadi corak perkembangan senilukis di tanah sudah wajar di beri penghargaan. Paling tidak kalangan pendidik di bidang seni bisa bercerita kisah-kisah unik seniman yang dahulu pernah Berjaya di masanya. Dengan pertimbangan tidak mendominasi atau melebih-lebihkan atas pujian di atas cercaan seniman lainnya. 

Setiap melakukan perjalanan dalam setahun ia selama itu tak urung sering, meninggalkan keluarganya di kota Surabaya. Bisa jadi karena ia punya dua negara di Eropa yakni studio di Florence, Roma, Italia dan Wina, Budapest, Prag dan (bersama dengan teman Jepangnya Fujita) di Paris dan memamerkan karya seninya secara maraton mulai Hindia Belanda, Jepang, Singapura, AS, Inggris, Belanda, Swedia, Norwegia, Prancis, hingga Swiss. Ia gemar memilih subyek utama karyanya adalah lanskap alam Jawa, Bali, Jepang dan Afrika Utara.

Beberapa karyanya selalu bertemakan  (pemandangan pasar, sabung ayam, pemandangan alam dan pemandangan kota). Akhir kisahnha yakni sekitaran tahun 1940 - bertepatan pra pendudukan Belanda Adolfs memutuskan pulang ke Eropa dan akhirnya menetap di Amsterdam. Sejak 22 Februari 1944, pada waktu pameran di Kunstzaal Pollmann, berita duka menghampiri jiwanya. Diperkirakan separuh karya  lukisan, luluh lantak akibat peristiwa kota Nijmegen di jatuhkan bom.

Semua kenangan dan pengalaman pahit pemboman itu, oleh Adolfs tak patah arang, bahkan ia terus giat bekerja dan berkarya grafisnya berhasil diciptakan. Setelah peristiwa itu pula ia telah banyak menulis dan mengilustrasikan buku tentang kenangannya di kota Surabaya dan dipamerkan di galeri ternama. Dia juga mengekpos kebanyakan aksinya waktu tinggal di Amsterdam – disela-sela masa tuanya lama tinggal di Skandinavia, Prancis, Spanyol, Italia, dan Afrika Utara. Pada tahun 1967 ia pensiun dan menetap ke sebuah desa kecil nan asri di Belanda Selatan. Pada tanggal 1 Februari 1968, GP Adolfs meninggal di s'Hertogenbosch – Belanda.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diduga melanggar Undang-Undang yang berlaku Serikat Pekerja dan mantan Karyawan PT. Kapasari menggugat

Bayu Iskandar Dinata Cicit Sakera Sagiman

Tak Hiraukan Putusan Mahkamah Agung R.I Warga ngagel surabaya akan lakukan tindakan Tegas Kepada A.H dengan cara mengajukan surat eksekusi kepada pengadilan